JAKARTA – Kelompok kerja (pokja) persiapan pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sepakat mematok besaran premi yang harus dibayar pekerja formal sebesar 5% dari gaji.
Namun, 3% dari ketentuan premi 5% tersebut ditanggung pemberi kerja, sementara 2% sisanya ditanggung pekerja. “Kesepakatan ini belum final.Itu baru dicapai di tingkat pokja. Ketentuan persentase iuran premi ini masih akan dibahas di forum yang lebih tinggi lagi,”ungkap Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti di Jakarta kemarin. Menurut dia, besaran iuran premi antara Rp 19.000 sampai Rp 27.000 per bulan untuk setiap pekerja.
Pihaknya mengakui usulan tersebut
mendapat tentangan dari banyak pihak, khususnya para buruh.Namun, jika
nominal dan persentase premi bisa disepakati semua pihak, Wamenkes meyakini peraturan presiden (perpres) terkait premi bisa segera disahkan pada September 2012. “Di tingkat pokja ini sudah disepakati, tapi tetap harus dibahas lagi dengan kementerian terkait lainnya,” ungkapnya.
Wamenkes menjelaskan, ketentuan premi akan diatur dalam aturan pelaksanaan BPJS
Kesehatan dalam bentuk peraturan presiden (perpres), yang saat ini
tengah menjadi fokus utama pemerintah dalam menyiapkan pelaksanaan UU BPJS. Namun, pihaknya mengakui proses penyusunan draf aturan pelaksanaan UU BPJS
masih terkesan lambat. Hal itu terjadi karena tajamnya perbedaan
pemahaman dan sudut pandang antarkementerian terkait. “Ini merupakan
salah satu kendala persiapan BPJS,”katanya.
Konsekuensi dari perbedaan pemahaman dan sudut pandang, lanjut Wamenkes,
menimbulkan tantangan untuk mencapai suatu kesepakatan. Kedua
permasalahan itu dinilai sebagai kendala utama dalam persiapan menyambut
penyelenggaraan BPJS Kesehatan 2014. Pihaknya
optimistis sejumlah persiapan lainnya bisa diatasi jika sudah ada
kesamaan pemahaman dan sudut pandang. “Kalau kita bicara dokter sebagai
tenaga kesehatan, sebenarnya sudah. Bicara uang juga sudah ada,”
tuturnya.
Selain premi, pemerintah mengaku internal pokja
juga telah mencapai kesepakatan mengenai paket layanan. Saat ini bahkan
sudah dipetakan sejumlah fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan di
tiap provinsi seperti tempat tidur sehingga diharapkan BPJS
Kesehatan terlaksana sesuai waktu yang ditetapkan. “Guna memenuhi
kebutuhan itu, kita membuat persiapan pelaksanaan untuk
2012-2015.Persiapan melibatkan sejumlah pihak seperti Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) dan pihak terkait lainnya,” ucapnya.
Anggota Komisi IX DPR Surya Chandra
Suapaty mengatakan, pemerintah tidak perlu mempersoalkan ada perbedaan
persepsi dalam menyusun peraturan, termasuk mengenai besaran premi
yang harus dibayar pekerja. Perbedaan persepsi dianggap sesuatu yang
biasa terjadi antarlintas sektor kementerian dalam mencari titik temu.
Apalagi ada banyak kepentingan yang perlu diakomodasi. “Jadi perbedaan
pandangan bagian dari proses penyusunan, terlebih banyak kepentingan
yang mesti ditampung,” kata Chandra.
Sumber: